Imah Sadaya Untuk Sitoko

by Yayasan Tanah Air Beta

  • Rp100,000,000.00

    Funding Goal
  • Rp30,000.00

    Funds Raised
  • 0

    Days to go
  • Target Goal

    Campaign End Method
Raised Percent :
0.03%
Minimum amount is Rp10000 Maximum amount is Rp1000000
Rp
DKI Jakarta, Indonesia

Yayasan Tanah Air Beta

4 Campaigns | 0 Loved campaigns

See full bio

Campaign Story

Halo, namaku Arif. Saat ini usiaku 12 tahun. Aku tinggal di Kampung Sitoko, sebuah kampung di kabupaten Lebak, Banten. Kampungku dihuni sekitar 200an orang. Sehari-harinya kami menggunakan Bahasa Sunda untuk berkomunikasi. Karena medan yang sedikit sulit untuk menuju kampung kami, pembangunan di kampung kami menjadi sedikit terhambat. Tak terkecuali pembangunan fasilitas dan prasarana sekolah.

Aku merasa paling sedih saat musim hujan tiba. Kondisi atap sekolahku bisa dibilang sangat memprihatinkan. Tak jarang kelasku dipenuhi dengan ember-ember untuk menampung air yang jatuh dari langit-langit karena bocor. Tak jarang pula buku tulis milikku dan teman-temanku menjadi basah karena terkena tetesan air hujan. Belum lagi lantai sekolahku yang belum beralas. Air bocor hujan membuat lantai menjadi becek dan kotor. Aku dan teman-temanku menjadi tidak bisa belajar dengan tenang.

(fasilitas pendukung lain)

Bisa dibilang kondisi bangunan sekolah dasar di desaku masih jauh lebih baik dibandingkan bangunan sekolah menengah pertama. Dalam beberapa bulan lagi aku akan menempuh ujian nasional dan akan segera meninggalkan bangku sekolah dasar dan menjadi murid sekolah menengah pertama. Perasaanku campur aduk. Bahagia, gelisah, penasaran, takut hingga sedih bergumul menjadi satu.

Seharusnya aku hanya merasa senang, ya sedikit takut memang, takut kalau nilaiku tidak memuaskan hehe. Namun aku juga merasa sedih, sedih karena aku akan menjadi murid SMP di sebuah SMP yang kondisi gedungnya jauh lebih buruk dibandingkan bangunan SD ku yang sebenarnya juga sudah buruk.

Kali ini tidak hanya atapnya saja yang bocor atau kondisi lantainya yang belum berubin, bangunan SMP yang akan aku huni nantinya bahkan pagarnya saja mau roboh, pintunya rusak, tidak memiliki bangku, hingga kondisi papan tulis yang sudah rusak. Parahnya lagi, yang paling penting, kami terancam kekurangan guru.

Kecewa dan sedih adalah hal yang pasti. Tapi untungnya di kampungku ada (bangunan). Di tempat ini bermain dan belajar banyak hal bersama teman-teman setelah pulang sekolah. Mulanya hanya Pak Iden yang menjadi pengajar di sana. Ia mengajarkan banyak hal bagi kami. Dari membaca hingga menghitung. Pak Iden membuat pelajaran matematika menjadi menyenangkan dan mengasyikkan.

Aku dan teman-temanku semakin bahagia ketika ada sosok guru lain yang dengan semangat mengajari kami. Namanya Ibu Kikin. Ibu Kikin bahkan rela mengikuti perkuliahan kelas terbuka di kabupaten untuk mendapatkan ijazah S1 Pendidikan Guru. Tak pernah sekalipun aku melihat raut lelah di muka Ibu Kikin meskipun statusnya saat ini adalah guru bantu atau honorer yang gajinya hanya dibayarkan tiga bulan sekali dengan dana bos.

Karena semangat mereka berdua, banyak Pak Iden dan Ibu Kikin lain yang hadir dan mengajar kami. Bahkan mereka rela tidak dibayar. Bagiku pahlawan tidak melulu harus menggunakan jubah atau bisa terbang atau punya teknologi canggih untuk menyelamatkan bumi. Bagiku dan teman-temanku, sosok-sosok seperti Pak Iden dan Ibu Kikin inilah definisi paling dekat dengan pahlawan, tanpa tanda jasa.

Bersama dengan Pak Iden, Ibu Kikin, dan local heroes lain, kami sedang berusaha, sekuat tenaga kami, untuk menyelesaikan salah satu tantangan terbesar yang kami hadapi, yaitu tantangan pendidikan.

Namun, kami tidak bisa melakukannya sendirian. Kami membutuhkan bantuan kamu, kakak-kakak, Om, Tante, atau siapapun saja.

Name Donate Amount Date
Anonymous Rp15,000.00 December 18, 2019
Anonymous Rp15,000.00 December 12, 2019